Selamat datang di Blog Gereja Katolik Sampit - Keuskupan Palangkaraya - Kalimantan Tengah

Halaman

Kamis, 27 Juni 2019

BELAJAR MENGENAI ALAT MISA

Request by : Lily Hary

RIWAYAT MARRIAGE ENCOUNTER

Visi
Love One Another As I Have Loved You
“Cintailah satu sama lain seperti aku mencintaimu”

Misi
The mission of Worldwide Marriage Encounter is to proclaim the value of marriage dan holy orders in the curch and in the world
“Menyatakan nilai-nilai perkawinan dan imamat dalam gereja dan diseluruh dunia”

Tujuan
Membantu memperbaharui Gereja untuk kepentingan dunia dengan membaharui Sakramen Perkawinan dan Imamat
Ciri Worldwide Marriage Encounter
Worldwide : Universal dengan adanya kesetiaan pada outline dan konsep weekend, kesamaan visi dan perjalanan bersama.
Catholic : menampakkan empat ciri khas Gereja (satu, kudus, katolik dan apostolik) dengan dua Sakramen sosial (Perkawinan dan Imamat) sebagai penggerak utama dalam Gereja.
Marriage Encounter : meneruskan cara hidup berdialog dalam nilai-nilai weekend. Membangun relasi yang akrab dan bertanggung jawab
Marriage Encounter adalah GERAKAN, bukan organisasi
ME adalah gerakan orang yang percaya dan menjalankan cara hidup berdialog. Mereka yang percaya dan menjalani cara hidup seperti itu berjalan bersama menjadi sebuah gerakan. Gerakan ada berdasarkan kesamaan kepercayaan dan visi. Organisasi ada untuk suatu tujuan berdasarkan hak dan kewajiban yang diatur dalam suatu Anggaran Dasar (konstitusi). Dalam gerakan, yang penting bukan hak dan kewajiban, tetapi siapa yang bersedia terpanggil berkat cara hidupnya untuk menjalankan suatu misi dalam mencapai suatu visi.
Marriage Encounter adalah bagian dari Gereja
Dalam konsili Vatikan II telah dijelaskan bagaimana umat beriman berkarya dan hidup dalam dunia modern, untuk masuk dalam tata kehidupan dunia. Dalam melakukan panggilan seperti ini, umat diharapkan lebih berkwalitas dalam iman dan cara hidup kristianinya, hingga dapat menjadi tanda dalam dunia sekitarnya.
Gerakan ME percaya melalui program terbuka dan merasul serta keterlibatan dalam gereja besar dan khususnya dengan cara hidup berdialog dalam nilai-nilai weekend yang nyata dilihat dan dirasakan orang-orang lain akan mempunyai sumbangan besar dalam rangka lebih terealisirnya amanat Konsili Vatikan II, khususnya tentang peranan awam dalam dunia modern.
Terbuka dan Merasul
Dalam rangka memperharui Gereja, ME mempersembahkan pasutri dan imam dengan karisma relasi yang lebih potensial. ME tidak membentuk organisasi dalam Gereja, ME adalah gerakan, ada didalam Gereja, melalui pasutri dan imam yang relasinya telah dipercaya dan berkarya didalam dan melalui kelembagaan Gereja yang telah ada.
Mengingat karisma relasi maka gerakan juga menyediakan program-program untuk meningkatkan relasi bagi anak, remaja, orang tua, pasangan, suster, bruder, pastor dsb. Program seperti ini disebut program terbuka and merasul.

SEJARAH GERAKAN WORLDWIDE WEEKEND MARRIAGE ENCOUNTER
(Sumber : http://www.renungan.com/marriageencounter.php)
Pada tahun1952 di Kota Bercelona-Spayol, Pastor Gabriel Calvo didatangi sepasang suami-istri yang menyatakan secara berpasangan membaktikan dirinya bagi kerasulan untuk untuk suami istri. Sebelum ini mereka memang sudah aktif di paroki, namun mereka sendiri, mungkin si suami di Depar dan si istri di WK. Tapi mereka ingin bersama-sama dalam melakukan kerasulan keluarga .
Mendapat tantangan ini, selama sekitar sepuluh tahun Pastor Calvo dan pasangan tersebut mempersiapkan suatu program yang dianggap sesuai bagi kerasulan untuk pasangan suami-istri, dan pada tahun 1962 di Bercelona itu diadakanlah WEME yang pertama yang waktu itu dalam Bahasa Spayol di sebut sebagai Encuentro Conyugal .
Setelah sukses yang cukup besar di Spayol, maka pada tahun 1966 Pastor Calvo memperkenalkan program ini dalam pertemuan Konggres Internasional CFM ( Christian Family Movement ) yang diadakan di Venezuela, dan dari situ para pemimpin CFM membawa program tersebut ke hampir seluruh Negara di Amerika Latin. Setahun kemudian, pada tahun 1967, Encuentro Conyugal sudah sampai di Amerika Serikat, namun semula masih terbatas bagi mereka yang berbahasa Spayol dan baru pada Agustus 1967 di bawakan dalam bahasa Inggris di Notre Damme dengan sebutan Marriage Encounter.
Perkembangan terjadi begitu cepat. Pada musim panas tahun 1968 ada sekitar 50 pasangan suami istri Team dan 29 Romo dari Spayol di undang ke Amerika untuk mengadakan WEME di mana-mana. Sejak itu ME semakin berkembang, terutama di wilayah Long Island , New York, di bawah pimpinan Pater Chuck Gallagher yang mendalami program ini secara lebih lanjut, hingga pada tahun 1974 berkembang secara internasional dengan nama Worldwide Catholic Marriage Encounter.

Kunjungi Situs
http://www.meindonesia.org
 
Sejarah Marriage Encounter di Indonesia
Dikumpulkan oleh: Pastor Chris Purba S.J. dan Pasutri Elly-Rusli

Cikal Bakal
Pada awal mulanya Suster Patricia dari Gembala Baik mengikuti WeekEnd Marriage Encounter di Amerika, dan ternyata beliau begitu terkesan oleh WeekEnd tersebut, sehingga sekembalinya di Indonesia beliau memberikan kesaksian, di mana hadir juga pada waktu itu alm Mgr. Leo Sukoto, Uskup Agung Jakarta.
Alm Mgr. Leo Sukoto

Itulah perkenalan pertama alm Mgr. Leo dengan ME, dan perkenalan kedua terjadi sewaktu beliau mengunjungi Gent, Belgia; untuk melihat Pusat Konsultasi Perkawinan Keuskupan Gent. Dan di kota itu, alm. Mgr. Leo berkenalan dengan Pastor Guido Heyrbaut Pr, yang pada waktu itu bertugas untuk menangani gerakan ME di Belgia, dan inilah sebagian kesan-kesan beliau pada waktu itu:
Tahun 1975, saya mengunjungi Belgia, untuk melihat Pusat Konsultasi Perkawinan Keuskupan Gent. Yang saya jumpai adalah seorang biarawati sebagai penerima tamu dan sekaligus sebagai konsultan. Masalah-masalah yang umum dan tidak terlalu sulit, ia selesaikan sendiri, dan hanya tamu-tamu yang membawa problem khusus ia salurkan ke atas, lantai dua, untuk dibantu oleh tenaga-tenaga ahli; seperti ahli hukum Gereja, ahli hukum sipil, dokter, psikolog, psikiater dan lain sebagainya. Dan setelah saya pulang ke rumah penginapan, seorang imam Jesuit menanyakan maksud kedatangan saya, dan setelah mendengarkan maksud dan tujuan saya, maka Imam Jesuit tersebut bercerita, bahwa sekarang ini sudah ada sesuatu yang lebih baru, yakni ‘Marriage Encounter’. Sore harinya saya dipertemukan dengan Pimpinan ME di Brussels, yakni seorang imam dan dua pasutri. Mereka menjelaskan apa itu ME. Saya mendengarkan dengan penuh perhatian, dan di akhir pembicaraan mereka bertanya: “Bagaimana kalau ME masuk ke Keuskupan Agung Jakarta?” Dengan sedikit malu saya menjawab: “Saya akan senang sekali, tetapi saya tidak punya uang untuk membelikan ticket bagi 5 orang”. Sedih dan kecewa mereka berbisik: “Kami juga orang biasa saja, tidak kaya”. Kemudian mereka diam sejenak, berunding dan hasilnya disampaikan kepada saya: “Kalau Bapak Uskup tidak keberatan, berikan kepada kami waktu dua tahun untuk menabung, syaratnya hanya satu yakni, Bapak Uskup sendiri harus ikut WeekEnd yang pertama.” Tanpa berpikir panjang, saya menyetujui, dan untuk penjajakan, saya kemudian meminta bantuan Pastor A. Heuken SJ, untuk mengikuti WeekEnd di Belgia, beliau mengikuti WeekEnd tanggal 4-5 dan 6 Juli 1975. Ternyata tidak perlu harus menunggu dua tahun, karena pada  20 Juli 1975, tibalah para team dari Belgia, yang terdiri dari Pastor Guido Heyrbaut Pr,  Pasutri Inneke & Andre de Hondt dan Pasutri Simmy & Rene Mues, untuk memulai WeekEnd yang pertama di Indonesia. Para team ini tidak mengenal bahasa Indonesia, dan mereka hanya mengetahui sedikit sekali tentang kebudayaan Indonesia. Mereka hanya pernah mendengar, bahwa Timur adalah Timur dan Barat adalah Barat. Ada banyak keragu-raguan, apakah ME bisa diterima oleh budaya Indonesia, namun mereka mengetahui bahwa ada satu bahasa universal yang dimengerti oleh setiap orang yakni bahasa cinta dan bahasa kesaksian dan mereka juga ingat akan mukjizat Pentakosta.
Mulailah WeekEnd yang pertama, diselenggarakan pada 25-27 juli 1975 di Kompleks Bungalow Evergreen, Tugu-Puncak, dalam bahasa Vlaams, sehingga hanya para pasutri dan imam yang mengerti bahasa tersebut yang dapat mengikuti; dan mereka itu adalah:
–  Mgr. Leo Sukoto, SJ berpasangan dengan pastor Cor van de Meerendonk,CICM
–  Suster Dolores CB berpasangan dengan Suster Caroli
–  Pasutri Greta & Tony Trisnadi
–  Bapak dan Ibu Marsidi
–  dan 7 pasutri lain.
Hasilnya : sungguh luar biasa, para team dan peserta sangat bersemangat, maka pada hari Rabu minggu berikutnya telah diadakan pertemuan Rookie bertempat di Susteran Gembala Baik, Jatinegara. Dan pada hari Jumatnya sampai Minggu di tempat yang sama telah diadakan semacam Team Training Weekend atau Deeper Weekend untuk semua peserta dari WE pertama. Hasilnya terpilih 2 pasutri untuk melanjutkan di Indonesia apa yang telah dimulai oleh para Team dari Belgia. Pastor Piet Nooy SVD ketika itu menjabat sebagai Ketua Komisi Kesejahteraan Keluarga dari KAJ berhalangan mengikuti WE yang diadakan pada bulan Juli 1975 itu
Bapak Uskup minta agar ME dikembangkan dan yang terutama harus dapat dilaksanakan dalam bahasa Indonesia. Maka beliau mengutus Pastor Piet Nooy SVD, untuk mengikuti WeekEnd di Belgia pada tanggal 1-2 dan 3 Agustus 1975. Beliau berada di sana selama 3 bulan.
Setelah kembali ke Indonesia, beliau mengajak 2 pasutri yakni Tony & Greta serta Bapak dan Ibu Marsidi untuk mengadakan workshop, dan akhirnya pada tanggal 7-8 dan 9 Mei 1976, mulailah WeekEnd yang kedua di Indonesia; diadakan Samadi Shalom – Sindanglaya, dengan menggunakan bahasa Indonesia. WeekEnd dalam Bahasa Indonesia ini tentu saja sangat memuaskan!
Perkembangan WeekEnd kedua diikuti dengan WeekEnd ketiga tanggal 1-2 dan 3 Oktober 1976; keempat tanggal 5-6 dan 7 Nopember 1976.
Team pemberi WeekEnd hanya mereka berlima. Puaskah mereka? Tentu tidak! Para team mulai expansinya keluar kota, dan kota yang mendapat kunjungan pertama adalah Solo. Mereka mengadakan WeekEnd di Solo pada tanggal 26-27 dan 28 Nopember 1976, mereka kembali lagi ke Jakarta untuk mengadakan WeekEnd tanggal 14-15 dan 16 Januari 1977. Ternyata satu minggu kemudian mereka mengadakan expansi lagi keluar kota, kali ini Semarang mendapat giliran. Mereka mengadakan WeekEnd pertama untuk peserta dari Semarang pada tanggal 21-22 dan 23 Januari 1977.
Kerja mereka berlima luar biasa, memerlukan tenaga dan kondisi yang prima. Tenaga manusia ada batasnya, maka mereka mulai mengadakan rekruting, siapa saja yang menurut mereka dapat mengambil tongkat estafet ini.
Maka diadakanlah Deeper WeekEnd yang pertama di Indonesia, yakni pada tanggal 20-21 dan 22 Mei 1977 di Wisma Samadi Klender. Mereka adalah 16 pasutri, 6 dari Jakarta, 2 dari Solo dan 8 dari Semarang, serta 5 orang Pastor.
Bola salju telah membesar dan mulai menggelinding.
Oleh karena itu maka Sejarah ME distrik I Jakarta tidak akan pernah terpisah dari terbentuknya sejarah ME Nasional Indonesia, karena dari Jakarta kemudian menyebar ke seluruh Indonesia, dan sampai sekarang telah terbentuk 16 Distrik dan 5 wilayah yaitu: Distrik I Jakarta, Distrik II Semarang, Distrik III Joglolang, Distrik IV Surabaya, Distrik V Purwokerto, Distrik VI Bandung, Distrik VII Ende, Distrik VIII Manado, Distrik IX Makassar, Distrik X Malang, Distrik XI Pontianak, Distrik XII Denpasar, Distrik XIII Cirebon, Distrik XIV Banjarmasin, Distrik XV Pangkal Pinang, Distrik XVI Maumere dan Wilayah Bogor, Pekan Baru, Sorong, Samarinda dan Ruteng/NTT.
Hal ini tidak terlepas dari ide awal alm Mgr Leo Sukoto, bersama ke lima founder ME di Indonesia, yang berasal dari Jakarta, yakni alm Pastor Piet Nooy SVD, Tony dan alm Greta, alm bapak dan alm. ibu Marsidi.
Sampai sekarang dari mereka berlima, hanya TONY yang masih hidup sehat, dan masih tetap berkarya memberikan masukan untuk para mantan leader, baik distrik maupun nasional.
Meskipun masih baru, para team waktu itu sudah sering menghadiri pertemuan internasional. Yang pertama kali berangkat sebagai delegasi Indonesia adalah Mas Di & Mbak Yah bersama Pastor Piet Nooy SVD ke Philadelphia pada tahun 1976. Kemudian pada 21 sampai 26 Juni 1977, untuk pertama kalinya delegasi dari Indonesia mengikuti konvensi ME Internasional, mereka terdiri dari Pasutri Tony & Greta dan Pastor Piet Nooy SVD, sebagai wakil dari keluarga besar Marriage Encounter Indonesia, berangkat ke Los Angeles USA.
Sidang tahunan yang diadakan untuk Asian Region (konferensi pertama untuk tingkat Asia diadakan di Seoul – Korea Selatan – sekarang Asian Conference), dihadiri oleh delegasi dari India, Srilangka, Indonesia, Jepang, Korea, Philipine dan Taiwan.
Sebagai delegasi pertama dari Indonesia yang ikut pada waktu itu adalah Pastor Piet Nooy beserta Pasutri Tony & Greta, dan hasil dari sidang itu di Pass on kepada para aktivis dan team di Indonesia.

Pengorganisasian
Pada awal hadirnya ME di Indonesia sebenarnya belum ada pemikiran tentang struktur organisasi seperti Koordinator Distrik (Kordis) maupun Koordinator Nasional (Kornas). Berhubung Tony dan Greta bersama Pastor Piet Nooy SVD lebih sering dikirim ke pertemuan ME Internasional mewakili Indonesia,   mungkin karena itu mereka bertiga dianggap sebagai Kornas pertama, sekalipun tidak pernah ada pemilihan sebelumnya. Sedangkan Mas Di & Mbak Yah bersama Pastor Bart Jansen OFMCap ketika itu lebih banyak berada di dalam negeri, maka mereka diposisikan sebagai Kordis (Jakarta) sekaligus mengawasi jalannya ME Nasional. Kemudian setelah ada Team ME (dari luar Jakarta) seperti Semarang, Jogja/Solo, Surabaya dan seterusnya. barulah terbentuk para Koordinator Distrik. Kordis I (Jakarta) : Parto & Watiek bersama Pastor Bart Jansen OFMCap. Kordis II (Semarang): Singgih & Hie bersama Pastor Jan van Wayenburg SJ. Distrik III (Jogja/Solo): Piet & Floor bersama Pastor Theo Prayitno SJ. Pada waktu itu Tony – Greta dan Pastor Piet Nooy SVD baru benar-benar merasakan diri menjadi Kornas. Setelah Piet meninggal pada 25 – 2 – 1981, kedudukan mereka digantikan oleh Parto & Watiek bersama Bart Janssen OFMCap.
Setahun kemudian Tony – Greta terpilih bersama Fr. Don McInnis MM menjadi KorAs (Asian Coordinating Team) dari tahun 1982 – 1984. Semula mereka mau dipasangkan dengan Fr. Ed Nemmes SJ dari Jepang, namun berhubung kesehatan beliau sedang tidak baik, ada gangguan yang memprihatinkan, maka ia menolak pencalonan tersebut. Memang sayang, karena Tony – Greta telah mengenalnya cukup baik. Dari Fr. Ed mereka belajar discernment process untuk pemilihan leadership dalam ME.  Pada tahun 1984 Tony – Greta mengundurkan diri dari ACT (Asian Coordinating Team) berhubung dengan kesehatan Greta. Mereka digantikan oleh Paul & Nenna Repotente dari Phillipina selaku Asian Coordinating Team ke-3.

Koordinator Nasional ME Indonesia (1976 – kini)
Koordinator Nasional ke 1 adalah  Pasutri Greta – Tony Trisnadi dan Pastor Piet Nooy SVD tahun 1976 – 1981:
Koordinator Nasional ke 2 ialah Pasutri Watik-Parto Widodo dan Pastor Bart Jansen OFMCap tahun 1981 – 1983 :
Koordinator Nasional ke 3 ialah Pasutri Jane – Max Budiarto dan Pastor Bart Jansen OFMCap tahun 1983 – 1985, kemudian bersama Pastor  Taman Dipoyudo Ocarm tahun 1985 – 1986:
oordinator Nasional ke 4 ialah Pasutri Sri-Warno dan Pastor Taman Dipuyudo Ocarm tahun 1986 – 1989:
Koordinator Nasional ke 5 ialah Pasutri Ida – Charlo Mamora dan Pastor Taman Dipoyudo Ocarm tahun 1989 – 1990, kemudian bersama Pastor Marc Van Den Berghe CICM tahun 1990 – 1992:
Koordinator Nasional ke 6 adalah Pasutri Lies-Thalieb Halim dan Pastor Marc van den Berghe CICM tahun 1992-1994, kemudian dengan Pastor J.B. Martosudjito S.J tahun 1994-1996
Koordinator Nasional ke 7 ialah Pasutri Susi – Wardi dan Pastor J.B. Martosudjito S.J tahun 1996 – 1999:
Koordinator Nasional ke 8 ialah Pasutri Elly – Rusli Prakarsa dan Pastor J.B. Martosudjito S.J. tahun 1999 – 2001:
Koordinator Nasional ke 9 ialah Pasutri Adriani – Tjahja dan Pastor Wignyasumarta MSF tahun 2001 – 2005:
Koordinator Nasional ke 10 ialah Pasutri Hong – Budi Hendarto dan Pastor Aryono CM tahun 2005 – 2008
Koordinator Nasional ke 11 ialah Pasutri Riana – Suarno dan Pastor Widajaka CM tahun 2009 – 2011
Indonesia beberapa kali menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Conference yaitu:
  1. 8 – 12 Desember 1980, diwakili oleh Pasutri Greta – Tony Trisnadi dan Pastor Piet Nooy SVD dengan tema „how to plan ME movement among the illeterates, the poor & non catholic”.
  2. 22 – 27 November 1983, diwakili oleh Pasutri Watiek – Parto Widodo dan Pastor Bart Jansen OFMCap dengan tema „that may be one”.
  3. 12 – 15 Juni 1990, diwakili oleh  Pasutri Ida – Charlo Mamora dan Pastor Marc Van Den Berghe CICM dengan tema „becoming one”.
  4. 21 – 26 Agustus 2000 diwakili oleh Pasutri Elly – Rusli Prakarsa dan Pastor J.B. martosudjito S.J. dengan tema „intimacy in our sacrament”.
  5. 6 – 11 Agustus 2007 diwakili oleh Pasutri Hong – Budi Hendarto dan Pastor Aryono CM dengan tema „called to be one”.
    Disamping itu Indonesia pertama kali mendapat kesempatan menjadi tuan rumah penyelenggaraan World Council Meeting pada tanggal 16 – 23 Januari 2010 di Puri Avia Cipayung.
    Pohon yang mulai ditanam oleh para pendahulu kita Pasutri Greta – Tony Trisnadi dan Pastor Piet Nooy SVD (WeekEnd pertama 25-27 Juli 1975 dengan team dari Belgia dan WeekEnd pertama dalam bahasa Indonesia 7-9 Mei 1976 dengan team sendiri kini telah menjadi pohon yang besar, berakar kuat, bercabang banyak dan bardaun rimbun. Menuliskan secara lengkap akan memerlukan banyak halaman. Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan gambaran kepada anda semua sekelumit sejarah ME Indonesia.

    Sumber :
    http://www.relasi.meindonesia.org/

Minggu, 23 Juni 2019

HIERARKIS GEREJA KATOLIK





Menurut Ajaran resmi Gereja struktur Hierarkis termasuk hakikat kehidupan-nya juga. Perutusan ilahi, yang dipercayakan Kristus kepada para rasul itu, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab Injil, yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hirarkis yaitu para Rasul telah berusha mengangkat para pengganti mereka.Maka Konsili mengajarkan bahwa "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja" Kepada mereka itu para Rasul  berpesan, agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28).(LG 20). Pengganti meraka yakni, para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir jaman (LG 18).
makdud dari "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja" ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbulah keplompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau Gereja para rasul, Yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian baru. Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran St. Ignatius dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang.
Striktur Hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup.

1. Para Rasul
Sejarah awal perkembangan Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya kelompok itu " mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal 1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci (1Kor 9:1, 15:9, dsb)
Pada akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia, yang mengenal "penilik" (Episkopos), "penatua" (presbyteros), dan "pelayan" (diakonos). Struktur ini kemudian menjadi struktur Hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.

2. Dewan Para Uskup
Pada akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20). Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena duabelas rasul). Disini dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para uskup. hal tersebut juga di pertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG 22).
Tegasnya, dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang diterima menjadi uskup karena diterima kedalam dewan itu. itulah Tahbisan uskup, "Seorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para anggota dewan" (LG 22). Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup belalu dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab tahbisan uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima kedalam dewan para uskup (LG 21).

3. Paus
Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup.
Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan tradisi, uskup roma itu pengganti petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. hal ini dapat kita lihat dalam sabda Yesus sendiri :
"Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat 16:17-19).

4. Uskup
Paus adalah juga seorang uskup. kekhususannya sebagai Paus, bahwa dia ketua dewan para uskup. Tugas pokok uskup ditempatnya sendiri dan Paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup "dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing" (LG 27).
Tugas pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan. Maka dalam tiga bidang itu para uskup, dan Paus untuk seluruh Gereja, menjalankan tugas kepemimpinannya. "Diantara tugas-tugas utama para uskup pewartaan Injilah yang terpenting" (LG 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.

5. Imam
Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu. dan imam-imam "pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah keuskupan makin besar. Dengan Demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas oraganisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya. sehingga uskup sebagai pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan ditengah-tengah umat.
melihat perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka" (LG 28).
Tugas konkret mereka sama seperti uskup: "Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi" 

6. Diakon
"Pada tingkat hiererki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan 'bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan'" (LG29). Mereka pembantu uskup tetapi tidak mewakilinya.
Para uskup mempunyai 2 macam pembantu, yaitu pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut diakon). Bisa dikatakan juga diakon sebagai "pembantu dengan tugas terbatas". jadi diakon juga termasuk kedalam anggota hierarki.

oo 000 ooo

Istilah nama:
seorang kardinal adalah seorang uskup yang diberi tugas dan wewenang memilih Paus baru, bila ada seorang Paus yang meninggal. (karena Paus adalah uskup roma, maka Paus baru sebetulnya dipilih oleh pastor-pastor kota Roma, khususnya pastor-pastor dari gereja-gereja "utama" (cardinalis)). Dewasa ini para kardinal dipilih dari uskup-uskup seluruh dunia. lama kelamaan para kardinal juga berfungsi sebagai penasihat Paus, bahkan fungsi kardinal menjadi suatu jabatan kehormatan. Para kardinal diangkat oleh Paus. Sejak abad ke 13 warna pakaian khas adalah merah lembayung.

https://www.imankatolik.or.id

Sabtu, 22 Juni 2019

MENJADI KATOLIK



"BERIMAN KATOLIK BERAGAMA KATOLIK"

Menjadi Katolik, beriman katolik, beragama katolik atau beriman kepada Yesus Kristus berarti orang diajak untuk mengambil sikap tertentu dalam diri dan kehidupannya, dengan cara meninggalkan dunianya yang lama dan berani untuk mengarahkan hidup dalam dunia baru. Menjadi Katolik tidak hanya hidup baru dengan agama Katolik dan ajaran Katolik, tetapi menjadi manusia yang sungguh-sungguh baru. Menjadi orang beriman Katolik berarti menjadi percaya dan menyerahkan dirinya secara utuh dan penuh kepada Yesus Kristus
"Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang" (2Kor 5:17)
Bagi orang yang telah menanggapi panggilan bebas yang diberikan oleh Allah, dan memilih untuk menjadi Katolik, beriman Katolik dan beragama katolik harus menempuh proses pembelajaran terlebih dahulu sebelum menjadi warga Geraja katolik secara penuh.
Berikut Tahapan yang harus ditempuh/dijalani bagi mereka yang terpanggil untuk mengikuti Yesus Krisuts lewat Gereja Katolik.

·  Masa Praketekumenat
Tujuan dari masa prakatekumenat ini agar para simpatisan malaui berkenalan dengan Gereja Katolik, Yesus Kristus, Iman dan cara Hidup Katolik. dimana masa ini ditutup dengan tahap pertama yaitu dengan upacara penerimaan Katekumen.

·  Masa katekumenat
Pada masa katekumenat (calon baptis) praktis sudah berhubungan dengan Gereja, bahkan sudah termasuk keluarga Kristus. Dalam masa ini para katekument (calon baptis) semakin mendapat kesempatan lebih banyak dalam pembelajaran pokok-pokok iman katolik dan lebih meningkatkan hidupnya sebagai orang katolik. Masa ini ditutup denga tahap kedua yaitu upacara penerimaan calon Baptis.

·  Masa persiapan Terakhir
Masa ini disebut juga masa penyucian dan penerangan, dimana masa ini ditutup dengan tahapa ketiga yaitu dengan upacara penerimaan sakramen baptis/inisiasi (tergantung paroki-paroki ybs). (pada kebijakan tertentu materi mistagogi diberikan terlebih dahulu) sebelum diterimakan sakramen baptis/inisiasi kepada peserta (katekument)

·  Masa Mistagogi
mengingat setelah pembatisan belum berarti orang katolik tersebut sudah memahami semua rahasia iman katolik, juga belum sepenuhnya mantap sebagai orang katolik, maka masih perlu disediakan sejumlah bahan lanjutan yaitu mistagogi. Masa Mistagogi ditutup dengan rekoleksi pendalaman iman.

Isi dari tahap dan masa pembelajaran biasanya disesuaikan dengan kebijakan dari masing-masing keuskupan. Kadang kala masa persiapan terakhir juga di berikan pemantapan materi pemahaman iman dalam Misatagogi. dan masa misatagogi ditutup dengan rekoleksi
Berikut ilustrasi dari empat masa dan tiga tahap dalam proses menjadi Katolik.


 Sumber :
https://www.imankatolik.or.id/menjadikatolik.html