Selamat datang di Blog Gereja Katolik Sampit - Keuskupan Palangkaraya - Kalimantan Tengah

Halaman

Rabu, 24 Juli 2019

KOMKA YANG MILITAN: BAGAIMANA MEMBENTUKNYA ?


Kita menemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online,  data mengenai arti kata militan dan contoh penggunaannya  sebagai berikut: mi·li·tan a bersemangat tinggi; penuh gairah; berhaluan keras: untuk membina suatu organisasi diperlukan orang-orang yang — dan penuh pengabdian. (http://kbbi.web.id/militan).
Untuk arti “bersemangat tinggi” dan “penuh gairah”, kita menyetujuinya seratus persen. Namun untuk makna  “berhaluan keras” tampaknya  kita agak kurang setuju sepenuhnya karena peyoratif atau agak negatif, mengingatkan kita pada kelompok ekstrem, garis keras, tak bisa berdialog, keras kepala, dan semacamnya. Namun jika dimaknai positif, bisa pula berhaluan keras ini  berarti teguh dalam nilai kebaikan moral dan iman. Bukankah kita mengenal para santo santa remaja muda belia yang teguh tidak mau melakukan dosa walaupun kecil saja, namun berkeras hanya melakukan kebaikan demi pengabdian kepada Tuhan yang telah mengasihi dan menebusnya?
Sebaiknya terhadap Orang Muda Katolik (KOMKA), kita mengambil makna positif dari kata militan ini sebagai berikut: “Orang Muda Katolik bersemangat tinggi, penuh gairah, bertekad keras untuk berakar dan dibangun dalam Kristus, menjadi misionaris di antara teman sebaya, pewarta dialog dan pelaku kebaikan dengan sikap maupun perilaku, bersemangat dalam ibadah, bersemangat pula dalam karya nyata”.  Tentu saja, idealisme atau nilai luhur ini harus kita pegang, baik oleh kita yang bertindak sebagai Pembina maupun oleh seorang atau sekelompok orang muda yang beriman Katolik.
Orang Muda: Bonus Demografi atau Musibah Demografi?                
Mengapa orang muda selalu menjadi sorotan? Pertanyaan ini penting untuk mendudukkan posisi di hadapan sejarah dan menantang tanggungjawab moral kita demi masa depan yang lebih baik. Marilah memulai dari data statistik. Menurut Undang-Undang RI nomer 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan pasal 1 ayat 1,  pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Data statistik tahun 2010  menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia ialah 237. 641. 326 orang.  Median umur penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 27,2 tahun (www.bps.go.id. http://tnp2k.go.id). Laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 persen per tahun..,Pada 2020 diperkirakan jumlah penduduk usia muda 15-24 tahun saja akan mencapai 50-60 persen. Artinya,   akan menjadi ‘bonus demografi’ jika penduduk usia muda tersebut memiliki mutu hidup, keterampilan dan pekerjaan. Sebaliknya jumlah penduduk muda sebanyak itu akan menjadi ‘musibah demografi’ jika mereka mengganggu, tidak bermutu dan tidak militan. (www.investor.co.id).
Jumlah orang Katolik Indonesia ialah sekitar tiga persen dari jumlah penduduk. Jika enam puluh persennya  merupakan orang muda, maka hal itu berarti ada sekitar empat juta orang muda Katolik, tersebar di 37 keuskupan di seluruh Indonesia.  Akankah OMK menjadi beban sejarah, alias musibah demografi? Ataukah sebaliknya menjadi bonus, tanda kebaikan Allah bagi Indonesia? Jika saat ini kita merawat dan membina mereka dengan sebaik-baiknya sesuai kehendak Kristus melalui Gereja-Nya yang satu kudus katolik apostolik, maka kita boleh berharap bahwa mereka akan menjadi bonus demografi bagi Indonesia. Bagaimana membentuk atau membina OMK, sudah digariskan oleh Gereja dengan jelas. Namun kita akan melihat pula bahwa yang sudah tergaris dengan jelas itu pun masih memerlukan aksi nyata untuk melaksanakannya, dengan segala pemikiran, tenaga dan biaya dengan hasil buah yang masih harus ditunggu jauh ke depan, tidak instan seperti membangun gedung bangunan gereja. Perlu kesabaran Ilahi untuk membina OMK. Artinya, pembimbing atau Pembina OMK di tingkat paroki maupun kategorial haru memiliki relasi akrab dengan Kristus dalam Gereja-Nya, memiliki pengalaman doa dan spiritualitas pelayanan.
Berpusat pada Yesus Kristus
Kadang-kadang terdengar keluhan, walaupun belum ada survei, bahwa OMK kurang militan. Kita mengamini saja keluhan-keluhan itu karena memang terdengar demikian adanya. Namun hendaklah kita ingat bahwa tugas pokok  kita sebagai warga Gereja ialah selalu mewartakan Injil dengan cara-cara baru, (evangelisasi baru) dan re-evangelisasi, termasuk untuk dan bersama OMK. Paus St Yohanes Paulus II menyatakan: “Orang muda dari setiap benua, jangan takut untuk menjadi santa atau santo dari millennium baru ini! Berkontemplasilah, cintailah doa, teguhlah dalam imanmu dan tulus dalam pelayanan pada saudara-saudarimu, jadilah anggota yang aktif dalam membangun perdamaian. Agar berhasil dalam tuntutan perutusan hidup ini, teruslah mendengarkan sabda-Nya, timbalah kekuatan dari sakramen-sakramen terutama Ekaristi dan Sakramen Tobat. Tuhan menginginkan kalian menjadi rasul yang berani bagi Injil-Nya dan membangun umat baru! Jika kamu percaya bahwa Kristus menampakkan cinta Bapa bagi setiap pribadi, kamu tidak akan gagal dalam berjuang, untuk menyumbang dalam membangun dunia baru yang didirikan di atas kekuatan cinta dan pengampunan, perjuangan melawan ketidakadilan dan semua bahaya secara fisik, moral dan religious, pada orientasi politik, ekonomi, budaya, dan teknologi yang melayani manusia dan perkembangannya yang utuh” (Homili pada Hari Orang Muda Sedunia ke 15, Roma Agustus 2000).
Dialog antara Simon Petrus dengan Yesus Kristus yang bangkit dalam Injil Yohanes bab 19  ayat 15 hingga 19  harus menjadi dialog pula antara OMK dengan Kristus. Pertanyaan yang sama dari Yesus kepada Simon Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?” terhadap OMK, bukanlah pertanyaan kateketik, melainkan pertanyaan yang memerlukan jawaban pribadi.  Hendaklah OMK dibimbing sedemikian rupa sehingga mereka sendiri bisa mengalami Yesus Kristus yang mengasihi dan karenanya berani menjawab secara pribadi, seperti diajarkan Gereja, bahwa orang Katolik mengasihi Yesus Kristus lebih dari segalanya. Kepusatan pada Kristus bagi OMK mutlak harus selalu di dalam komunitas dan Gereja Katolik. Tanpa Gereja Kristus, kita tidak secara kuat mewartakan Injil. Kita membutuhkan paus, para uskup, para kudus. Kita pun berpusat dalam Salib Kristus dalam Gereja-Nya yang bersama-sama menanggung perutusan ini.
OMK Bangkit Melakukan Misi, Menjadi Misionaris
Ketika OMK mengalami “Kristus yang bangkit” atau misteri paskah dalam hidupnya, maka mau tidak mau mereka akan merasa diri menjadi utusan bagi Kristus. Tema World Youth Day 2013 di Rio de Janeiro sangat jelas: “Pergilah, jadilah semua bangsa murid-Ku” (Mat 28:19). Lagu tema menyatakan jelas pula: OMK, jadilah misionaris!” Misionaris bagi OMK ialah OMK.
OMK akrab dengan budaya masa kini: selvi (foto diri untuk diunggah dalam media sosial), berjejaring sosial dengan internet tanpa harus berjumpa, karena OMK sendiri merupakan bagian dari generasi yang oleh majalah TIME disebut “The Me Me Me Generations”, generasi yang suka mengunggah diri sendiri di media jejaring sosial. Orang Muda Katolik diutus ke tengah budaya di mana orang muda dengan mudah larut oleh gebyar daya tarik visual yang berpendar-pendar setiap saat di smartphone dan sabak elektronik mereka. Namun anehnya, dalam pendar-pendar cahaya layar gadget itu, makin sukar ditemui kebaikan dan kebenaran.
Paus Fransiskus mengingatkan dalam Ensiklik Lumen Fidei # 3: “Dalam ketiadaan cahaya, setiap hal menjadi membingungkan. Sukarlah melihat kebaikan dalam gelapnya kejahatan”. Ancaman ketagihan pornografi menjadi nyata, jauh melebihi ketagihan akan narkoba, dan keduanya tetap tidak bisa dipuaskan oleh pendar-pendar layar gadget yang terus menawarkan produk-produk terbaru.  Dalam situasi demikian, OMK mesti dibawa kepada inti panggilannya: mewartakan Kristus, pertama-tama dalam doa.  “Kita harus pertama-tama bercakap-cakap dengan Tuhan agar bisa berbicara mengenai Tuhan” (Paus emeritus Benediktus XVI, pesan untuk WYD 2013 Rio). Pengalaman doa baik dalam perayaan-perayaan sakramen maupun devosi pribadi maupun bersama menjadi penting diadakan dalam pembinaan OMK.
Selanjutnya, kita mesti tabah dalam perjalanan yang panjang  di jalur pembinaan OMK, dengan memandang pengharapan Paskah. Memanggul salib pembinaan OMK tetaplah harus memandang Kebangkitan. “Misteri Paskah adalah degup jantung perutusan Gereja. Berlimpahnya buah pewartaan Injil diukur tidak pada kesuksesan maupun kegagalannya, melainkan pada peneguhan perutusan oleh logika salib Yesus. Inilah salib yang selalu menghadirkan Yesus Kristus yang menjamin berbuahnya perutusan kita” (Paus Fransiskus, 8 Juli 2013).
Akhirnya, hendaknya pembinaan OMK membuat mereka mampu menjawab panggilan pribadinya dalam Gereja dan masyarakat entah mau menjadi suami atau isteri atau menjadi imam, biarawan, biarawati atau rasul selibat awam. Namun semua bentuk panggilan itu harus karena mengalami kasih Kristus belaka, sehingga mereka akan bisa mengatakan “Saya menemukan panggilan saya dalam Gereja kita ini. Saya dikasihi dan dipanggil untuk mengasihi!”. Generasi OMK yang militan akan tampak dalam wujudnya: kemurahan hati, dedikasi dalam tiap pelayanan. “Kemurahan hati sejati tidak dimulai ketika Anda memiliki sesuatu yang mau diberikan, tetapi lebih-lebih ketika tak ada satu pun yang Anda ambil” (Nipun Metha – pemuda pendiri CharityFocus.org).
Jadi, pokok  perkara dalam pembinaan OMK, justru kita kembalikan ke khazanah Gereja yang didirikan Kristus yaitu Gereja Katolik dengan sejarahnya yang dua ribuan tahun ini, di mana isinya ialah Kristus sendiri. Hanya bersama Kristus dalam Gereja, OMK Indonesia akan menjadi militan seperti yang kita harapkan, menjadi bonus demografi, menjadi berkat bagi Indonesia.

Romo Yohanes Dwi Harsanto Pr ialah imam Keuskupan Agung Semarang yang bertugas sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan pada kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KomKep KWI)  periode 2008-2011,  2011-2014 bertempat tinggal  di Jakarta. Tulisan ini sudah dimuat di majalah bulanan kristiani ”INSPIRASI – lentera yang membebaskan”, edisi no 110 tahun X Oktober 2013, halaman 17-19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anad Sopan,Kami pun Segan . . . !