Selamat datang di Blog Gereja Katolik Sampit - Keuskupan Palangkaraya - Kalimantan Tengah

Halaman

Minggu, 14 Juli 2019

10. Membangun Manusia Baru



82. Setelah menanggalkan manusia lama, kita harus membangun manusia baru. Pembangunan manusia baru itu terutama lewat kebajikan teologal, kerendahan hati dan kelepasan.

10.1. Hidup teologal

83. Seluruh hidup kita harus didasarkan pada ketiga kebajikan ilahi: implarapan, da…ih. Ketiga kebajikan itu diberikan kepada kita pada waktu kita dibaptis. Kebaj ikan itu memungkinkan kita memasuki hubungan pribadi dengan Allah dan membuat kita ambil bagian dalam pengenalan dan hidup Allah sendiri.

84. Melalui iman kita dapat mengenal Allah secara pribadi dan mengambil bagian dalam hidup Allah sendiri.Melalui iman kita tahu, bahwa Allah yang mahakuasa itu adalah Bapa kita, bahwa kita ini adalah anak-anak-Nya ( Rm. 8:16). Melalui iman kita menyadari “betapa besar nya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, (bukan hanya disebut) sebab memang kita adalah anak-anak Allah.” ( lYoh. 3:1) Dengan demikian kita dapat menyebutnya dengan sebutan mesra seorang anak terhadap bapanya: “Abba”, “Bapa”, “Papa”, “Papi”, “Daddy” (Rm. 8:15).

85. Melalui iman kita disadarkan pula, bahwa walaupun kita berada di tengah-tengah dunia, namun kita bukan milik dunia (bdk. Yoh. 17:13-14). Dalam iman kita dapat mengalahkan dunia dengan segala nafsu dan daya tariknya yang menyesatkan dan menghancurkan, seperti dikatakan oleh Santo Yohanes: “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” ( ] Yoh. 2: 15-17)

86. Oleh iman kita tahu, bahwa sekuat apapun dunia ini, Yesus Kristus dan rahmat-Nya lebih kuat dari dunia dan Dia adalah pemenang atas dunia ini. Oleh Dia dan dalam Dia kitapun dapat mengalahkan dunia: “Semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.”(1Yoh. 5:4)

87. Melalui iman kita juga mengambil bagi nalan Allah tentang segala ciptaan pula. Melalui Iman Kita memasuki dunia Allah sendiri dan kita dapat menilai segala sesuatu seperti yang dilihat dan dinilai Allah sendiri. Melalui iman kita tahu pula keindahan panggilan kita, sebab “Allah telah memilih kita sejak sebelum dunia ini dijadikan” (Bf. 1:4) dan bahwa kita ini berharga di hadapan-Nya. Dunia ini beserta segala isinya akan lenyap, tetapi siapa yang melakukan kehendak Allah akan hidup selama-lamanya (lYoh. 2: 17).

88. Pengharapan memberikan dinamika kepada hidup kita. Tak seorangpun dapat hidup tanpa harapan. Menjadi manusia berarti terus tumbuh. Kita semua ini adalah bayibayi rohani. Dan yang paling dewasa di antara kita, merekalah yang pertama mengakuinya. Harapan adalah kehidupan jiwa. J iwa yang tidak punya harapan adalah jiwa yang mati. Sebagaimana tubuh mati bila jiwanya pergi, demikian pula jiwa itu mati bila sumber hidupnya hilang

89. Dalam jaman pengharapan orang menengadah ke langit dan melihat "surga". Dalam jaman keputusasaan orang menyebutnya "ruang". Kekosongan telah menggantikan kepenuhan. Kalau nenek moyang kita bisa "mendengar musik surgawi", kini orang hanya mendengar "kesunyian ruang angkasa yang menakutkan". Dalam iman kita tahu, bahwa Allah dekat dengan kita, ya bahkan tinggal dalam hati kita, dalam lubuk jiwa kita yang terdalam, selalu menantikan engkau untuk Menyatakan kasih-Nya.

90. Pengharapan kristiani bukanlah keinginan samar-samar: "alangkah indahnya bila ...", juga bukan perasaan, melainkan suatu keyakinan yang pasti, suatu jaminan yang kokoh. Kita mengubur saudara kita yang meninggal dalam harapan kokoh akan kebangkitannya. Dalam kesulitan dan penderitaan kita tidak putus asa, karena kita berharap kepada Allah. Pengharapan kristiani adalah rumah yang dibangun di atas batu karang, yaitu Kristus sendiri. Pengharapan datangnya bukan dari diri kita sendiri, bukan sesuatu yang kita ciptakan sendiri. Pengharapan adalah jawaban ya terhadap janji-janji Allah, karena kita tahu, bahwa Allah itu benar dan setia dan pasti akan menepati janji-Nya. “Pengharapan tidak mengecewakan, karena cintakasih telah dicurahkan ke dalam hati kita.” (Rm. 5:5)

91. Obyek pengharapan kita ialah Allah sendiri. Juga dalam hal ini kita harus sadar, bahwa inisiatif-datangnya selalu dari Allah. Kalau kita mencari Allah, sebabnya ialah "karena Dia lebih dahulu telah mencari kita". Seperti dikatakan Santo Yohanes: “Kita mengasihi, karena Allah telah lebih dahulu mengasihi kita.” (lYoh. 4:19) Karena itu harapan merupakan jawaban kita terhadap janji-janjiNya. Oleh sebab itu harapan bersifat jelas dan khusus, bukan sesuatu yang samar-samar, karena janji-janji Allah bersifat jelas dan khusus, walaupun harus selalu diterima dalam iman. Harapan ini bersandar pada sabda Allah sendiri, yang mengungkapkan janji-janji-Nya.

92. Allah kita adalah Allah pemberi janji-janji dan Dia menepati semua janji-Nya secara harafiah, sehingga janji-janji itu terlaksana. Kebenaran menurut Kitab Suci adalah suatu realitas sejarah. Mesias bukanlah satu melainkan seorang Pribadi. Pencipta,kejatuhan ingkarnasi, wafat, kebangkitan kenaikan ke-surga,Pentakosta. kedatangan kedua, bukan hanya mythos atau lambang-lambang belaka,melainkamperistiwa-
peristiwa aktual. Kebenaran adalah sesuatu yang dramatik, sesuatu yang terjadi, kita dapat melihatnya. Maka St.Yohanes memulai suratnya yang pertama dengan kata-kata yang mengandung kekaguman penuh hormat akan misteri inkarnasi: “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup itulah yang kami wartakan.” (lYoh.l:l)

93. Pengharapan berarti, bahwa kerinduanku yang implisit akan Allah, betapapun gelapnya dan biarpun tak kusadari, adalah jejak Allah sendiri dalam diriku, karena pada dasarnya aku “diciptakan menurut gambar dan kesamaan Allah sendiri” (Kej. 1:26). Pengharapan berarti, bahwa dorongan dari kerinduan akan suatu kebahagiaan yang tidak bisa diberikan dunia ini, merupakan suatu tanda yang pasti, bahwa aku diciptakan untuk Pribadi yang adalah Sang Kebahagiaan itu sendiri, dan hanya Dia saja. Kita takkan pernah melebih-lebihkan arti pengharapan, karena alternatifnya hanyalah keputusasaan.

94. Melalui cintakasih yang dicurahkan ke dalam hati kita (Rm. 5:5), kita dapat mencintai Allah dan semua yang dicintai oleh Allah. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (lYoh. 4: 19). Karena itu hendaknya disadari sungguh-sungguh, bahwa “bukan kita yang mengasihi Allah, melainkan Allah yang lebih dahulu mengasihi kita” (lYoh. 4: 10). Maka dari pihak kita usaha kita bukanlah bagaimana kita dapat dikasihi oleh Allah, melainkan bagaimana membiarkan diri dikasihi Allah dan membiarkan kasih-Nya berkembang dalam diri kita, dalam suatu sikap terbuka dan reseptif serta penuh syukur.

95. Kasihlah yang memberi nilai kepada segala sesuatu yang ada pada kita dan yang kita lakukan (bdk. lKor. 13:1-3). Di hadapan Tuhan pekerjaan dan perbuatan kita tidak diukur menurut prestasi lahiriahnya, melainkan menurut kadar Cintakuih yang menjiwainya. Karena itu walaupun Bunda Maria tidak pernah melakukan mujizat seperti Santo Petrus, namun di hadapan Allah dia jauh lebih besar daripada Santo Petrus, karena kadar kasihnya jauh lebih besar daripada Petrus. Seperti yang juga dikatakan Santo Yohanes Salib, bahwa pada senja hidup kita, kita akan diadili menurut cintakasih.

96. Nilai kita di hadapan Allah diukur menurut kadar iman dan cintakasih yang ada dalam diri kita. Semakin berkembang kita dalam iman, harapan dan cintakasih, teristimewa kasih, baik kasih kepada Allah maupun sesama, semakin berkenan kita di hadapan Allah.

97. Sesungguhnya kasih itu hanya satu, yaitu yang bersumber pada Allah. Kasih itu terarah kepada Allah dan juga kepada manusia. Memang, Allah harus dicintai di atas segala sesuatu. Namun supaya kita tidak menipu diri sendiri, kasih itu harus dinyatakan dalam kasih kepada sesama. "Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah, ' dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya."(1Yoh. 4:20)

98. Pengharapan membuat kita rindu untuk semakin mengenal dan bersatu dengan Tuhan. Kita akan menerima dari Tuhan sebanding dengan pengharapan kita.

10.2. Kerendahan hati

99. Kerendahan hati adalah dasar atau pondasi segala kebajikan. Tanpa kerendahan hati? semua kebajikan moral lainnya tidak dapat berkenan di hadapan Tuhan. Ingatlah: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” (Yak. 4:6; lPtr. 5:5). Semakin tinggi bangunan rohani kita, pondasi kerendahan hatinya harus semakin dalam. Kalau tidak, bangunan itu akan roboh, roboh dengan dahsyatnya. Karena itu jangan membangga-banggakan apa yang telah kamu perbuat atau peroleh. Sebaliknya bersyukurlah kepada Tuhan atas segala kebaikan dan rahmat yang kamu peroleh dan ingatlah, bahwa Tuhan menentang orang yang sombong, tetapi meninggikan orang yang rendah hati. Sungguh menyedihkan, bahwa ada orang-orang yang mulai dengan baik dan terus menanjak, namun akhirnya jatuh, dan jatuhnya pun dalam sekali.

100. Belajarlah dari Tuhan Yesus yang lemah lembut dan rendah hati (Mat. 11:29). Ingatlah, bahwa bukan engkau yang memilih Allah, melainkan Allahlah yang telah memilih engkau sejak sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4-5). Bukan engkau yang mengasihi Allah, tetapi Dialah yang lebih dahulu telah mengasihi engkau (lYoh. 4: 10). Tuhan pulalah yang telah menempatkan engkau dalam Komunitas ini, supaya dengan menghayati semangatnya dan mencintainya engkau dapat tumbuh dan berkembang. Menjadi rendah hati pertama-tama ialah menyadari, bahwa segala yang baik yang ada padamu adalah karunia Allah sematamata. Seperti juga disabdakan oleh Tuhan Yesus sendiri: “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.” (Yoh. 15:4)

10.3. Kelepasan

101. Supaya dapat berkembang dalam iman dan cintakasih, hendaklah engkau melatih dirimu dalam kelepasan akan segala sesuatu yang bukan Allah. Lepaskan dirimu dari ikatan barang-barang duniawi, dari kehormatan, kemuliaan, mencari nama, menjadi yang nomor satu. Semakin terikat engkau oleh hal-hal tersebut, semakin terhambatlah aliran kasih Allah ke dalam dirimu. Sebaliknya semakin lepas engkau dari semuanya itu, semakin terbuka engkau untuk mengalirnya kasih Allah dalam dirimu dan engkau akan semakin bersatu dengan Allah dan menjadi semakin serupa dengan Yesus.

102. Kelepasan bukan berarti tidak memiliki apa-apa, melainkan tidak terikat oleh apapun juga, selain Allah sendiri. Dengan demikian engkau tidak akan diombang-ambingkan oleh perkara-perkara dan barang-barang duniawi ini dan engkau tidak akan tenggelam di dalamnya, sehingga lupa akan tujuan akhirmu, yaitu Allah. Ingatlah, engkau lahir dengan telanjang dan waktu matipun tidak ada yang akan kaubawa. Sebaliknya bila engkau mengutamakan Keraj aan Allah dan kebenaran-Nya, berkat Tuhan akan melimpah atasmu sesuai dengn janji-Nya: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. ” (Mat. 6:33) Engkau akan memiliki semuanya itu tanpa ikatan.

103. Seperti yang disabdakan Tuhan, pakailah sebagian dari hartamu untuk melakukan pekerjaan yang berkenan kepada Tuhan, seperti sabda-Nya: “Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Maman yang tidak jujur, supayajika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi. ” (Luk 16 9) Hal im dapat engkau lakukan dengan membantu para yatlm piatu, orang-orang miskin, dan karyakarya sosial lainnya serta karya-karya Gereja.

104. Seperti dikatakan oleh Santo Paulus: "Waktunya pendek…. siapa yang mempergunakan barang-barang dunia ini seolah-olah tidak mempergunakannya. ” ( IKor. 7:31) Maka dalam situasi apapun kita akan dapat berkata seperti Ayub tanpa terganggu kedamaian hati kita: “T akan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama T uhan. ” (Ayub 1:21) Pertobatan kontinyu dan pengakuan dosa

105. Sebagai anak-anak Adam kita ini orang-orang yang rapuh. Walaupun lewat pembaptisan segala dosa kita telah diampuni, namun kecenderungan kepada yang jahat, yang disebut concupiscentia, atau hawa nafsu, tidak serta merta hilang. Kecenderungan itu diperkuat oleh setiap dosa yang kita perbuat dan sebaliknya menjadi lemah oleh setiap kebajikan yang kita lakukan. Kecuali itu kecenderungan tadi sering membelokkan arah hidup kita dan menjauhkan kita dari Tuhan. Karena itu kita perlu terus-menerus bertobat serta meluruskan arah hidup kita.

106. Akukanlah dosa-dosamu secara teratur. Dalam pengakuan dosa hendaknya disadari, bahwa kita mau pertama-tama memperbaiki hubungan kita dengan Allah yang terganggu oleh dosa-dosa kita. Dalam Sakramen Tobat Yesus sendiri menantikan engkau untuk memelukmu kembali serta menghapuskan segala dosamu. Kecuali itu sakramen tersebut juga memberikan rahmat baru untuk mampu mengatasi dosa-dosamu. Lihat no 54-56

10.5 Perjuangan rohani

107. Hidup kita di dunia ini merupakan suatu pexjuangan. Namun, sepeni yang dikatakan Santo Paulus, perjuangan kita tidak hanya melawan darah dan daging, melainkan juga melawan kuasa-kuasa kegelapan, melawan roh-roh jahat. Karena itu ikutilah nasihat Santo Paulus dengan saksama:

“Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan penguasapenguasa tak kelihatan, melawan penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu pakailah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. J adi berdirilah tegap, berikat-pinggangkan kebenaran dan berbaju-zirahkan keadilan; kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera. Dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang kudus. Juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, yang kulayani. Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara.” (Ef. 6: 10-20)

10.6. Menyenangkan hati Allah

108. “Apapun yang kaulakukan, baik engkau makan atau minum, atau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah itu demi kemuliaan Allah. ” (IKor. 10:32) Apapun yang kaukerjakan, lakukanlah itu demi kemuliaan Allah, demi kasihmu kepada Yesus, dan untuk menyenangkan hati Allah. Berusahalah setiap hari memersembahkan suatu kurban kecil untuk mengungkapkan cintamu kepada Allah dan untuk menyenangkan hati Allah. “Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita. " (Kol. 3:17) Kalau begitu berkat Tuhan akan melimpah atasmu dan atas keluargamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anad Sopan,Kami pun Segan . . . !