Pendahuluan:
Tulisan ini adalah bagian ke 3 dari topik “Apakah berdoa itu percuma?” (Silakan melihat juga bagian 1, bagian 2, bagian 3, bagian 4)
Kesalahan doa yang ketiga adalah memaksakan kehendak kita kepada Tuhan
sampai ingin mengubah Tuhan untuk mengikuti keinginan kita. Pendapat ini
keliru, karena Tuhan adalah Maha tahu dan Maha sempurna, sehingga Tuhan
tidak dapat berubah.
Mengapa kita berdoa?
Doa sudah menjadi bagian hakiki dari kehidupan semua orang dari semua
agama, karena manusia diciptakan dengan kapasitas untuk mengetahui dan
mengasihi Penciptanya. ((31, 356, 1721, 2002.)) Dalam tulisan pertama
telah dibahas kesalahan persepsi doa, yaitu: Tuhan tidak campur tangan
dalam kejadiaan di dunia ini. Dalam tulisan ke-2, kita telah melihat
kesalahan pendapat yang mengatakan semuanya sudah diatur dan ditakdirkan
oleh Tuhan, sehingga tidak perlu lagi berdoa. Dengan pembuktian yang
sama dari St. Thomas Aquinas, kita akan menelusuri kesalahan persepsi
kita tentang doa yang ke-3. ((St. Thomas Aquinas, ST, II-II, q.83, a.2.))
Kesalahan 3: Berdoa dapat mengubah keputusan Tuhan dan Alkitab sendiri mengajarkan bahwa doa manusia dapat merubah keputusan Tuhan.
Dalam hidup sehari-hari, kita sering mendengar pendapat bahwa berdoa
sangatlah penting, karena kita dapat memenangkan hati Tuhan dan mengubah keputusan-Nya.
Kita harus berdoa dengan sungguh-sungguh, sehingga Tuhan berbelas kasih
kepada kita dan kemudian mengubah keputusan-Nya sesuai dengan kemauan
kita. Bahkan jika kita berdoa dalam nama Yesus, apa yang kita minta
pasti akan dikabulkan.
Perjanjian Lama mencatat cerita tentang nabi Nuh, di mana Tuhan
menyesal bahwa Dia telah menciptakan manusia (Kej 6:5-6). Lalu Abraham,
berdoa bagi orang-orang di Sodom dan Gomorah, seolah-olah bernegosiasi
dengan Tuhan (Kej 18:23-33). Musa berdoa dengan sungguh-sungguh bagi
kaum Israel, sehingga kemarahan Tuhan tidak terjadi (Kel 32:7-14).
Bukankah semua itu adalah tanda bahwa keputusan Tuhan dapat berubah?
Di Perjanjian Baru, Yesus sendiri mengatakan, “Mintalah, maka
akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah,
maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta,
menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang
mengetok, baginya pintu dibukakan” (Mat 7:7-8). Kemudian, Yesus
juga mengatakan bahwa apa saja yang kita minta dalam doa dengan penuh
kepercayaan, maka kita akan menerimanya (lih. Mat 21:22). Dan kembali
Yesus menegaskan “apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa
kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Mar
11:24). Ayat- ayat ini sepertinya mengatakan bahwa Yesus akan
mengabulkan doa kita sesuai dengan permintaan kita.
Tuhan tidak berubah
Mari kita meneliti lebih jauh tentang pendapat ini. Pertama, apakah
benar bahwa kita dapat mengubah keputusan Tuhan? Kalau kita percaya
bahwa Tuhan adalah Maha Tahu, Maha Sempurna, maka konsekuensi logis dari
pernyataan ini adalah “Tuhan tidak mungkin berubah“.
Berubah adalah suatu pernyataan yamg mempunyai implikasi perubahan dari
sesuatu yang kurang baik menjadi lebih baik atau sebaliknya. Padahal di
dalam Tuhan tidak ada perubahan (lihat artikel: Bagaimana Membuktikan Bahwa Tuhan Itu Ada?).
Karena Tuhan Maha Tahu dan Maha Sempurna, maka sebelum dunia ini
diciptakan Dia telah mengetahui secara persis apa yang terjadi, juga
keinginan dan permohonan doa kita. Dan di dalam kebijaksanaan dan
kasih-Nya, Dia tahu secara persis apa yang terbaik buat kita. Jadi kalau
kita mengatakan Tuhan dapat berubah karena doa kita, maka sebetulnya
kita membuat kontradiksi tentang hakekat Tuhan yang Maha Tahu dan Maha
Sempurna, seolah-olah kita “lebih tahu” apa yang terbaik buat kita daripada Tuhan. Hal ini tentu tidak mungkin.
Pengajaran bahwa “Tuhan tidak mungkin berubah dalam hal pengabulan
doa” ini termasuk sulit diterima, karena sering tanpa sengaja kita
berpikir bahwa proses pengabulan doa oleh Tuhan itu adalah proses yang
linier. Kita memohon tentang hal A, lalu Tuhan dapat mengabulkan atau
tidak, yang baru Tuhan putuskan pada saat/ setelah kita memohon. Padahal
tidaklah demikian. Tuhan sudah terlebih dahulu mengetahui segala kemungkinan yang akan terjadi,
sebagai hasil dari pilihan kehendak bebas kita, pada saat awal mula
dunia. Pada saat kita memohon A, Dia sudah mengetahui bahwa Ia akan
menjawab dengan B, atau kalau kita memutuskan untuk tidak berdoa, dan
berbuat X, Dia sudah tahu akan memberi Y. Dalam hal ini, B selalu lebih
baik daripada A, dan Y adalah konsekuensi dari X. Nah, kalau kita
bertanya akankah B diberikan kalau kita tidak berdoa, jawabnya adalah
tidak (yang diberi adalah Y). Makanya kita perlu berdoa. Dalam hal ini
Tuhan tidak berubah, karena dengan sifatNya yang Maha Tahu, Tuhan telah
mengetahui segalanya. Nothing takes God by surprise. Tidak
ada sesuatu hal yang mengejutkan Tuhan, sehingga Ia perlu berubah. Ia
sudah mengetahui segalanya dan segala sesuatu telah direncanakan-Nya
dengan sempurna.
Sekarang kita melihat contoh kejadian di Perjanjian Lama. Perkataan “Tuhan menyesal”
dalam kisah nabi Nuh adalah suatu perkataan yang mencoba mengekpresikan
Tuhan dari sisi manusia. Tuhan tidak berubah dan menyesal, karena Dia
adalah Tuhan yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Semua keputusan-Nya
berdasarkan kebijaksanaan dan Kasih-Nya untuk keselamatan umat manusia.
Bagaimana dengan Abraham dan Musa yang seolah-olah bernegosiasi
dengan Tuhan? Dalam hal ini, kita harus memegang teguh prinsip bahwa
Tuhan tidak mungkin berubah, yang artinya tidak memungkinkan adanya
negosiasi. Abraham dan Musa adalah merupakan gambaran/prefigurement
dari diri Yesus. Kita juga melihat bagaimana Kitab Suci menggambarkan
kedekatan mereka dengan Tuhan. Mereka tidak memikirkan kepentingan
pribadi. Dalam pemikiran Abraham dan Musa, membantu manusia menuju Tanah
Terjanji dan memberikan kemuliaan kepada Tuhan adalah yang paling
penting dalam hidup mereka. Dan ini adalah sama dengan pemikiran Tuhan.
Ini hanya mungkin dicapai pada orang-orang dengan derajat kasih yang
begitu tinggi (dalam kadar “heroic love“). ((Reginald Garrigou-Lagrange, Christian Perfection and Contemplation: According to St. Thomas Aquinas and St. John of the Cross
(Tan Books & Publishers, 2004), p.147 Lagrange membagi derajat
kasih menjadi tiga, dimana terdiri dari: 1) Pemula (beginners) adalah
mereka yang usahanya berfokus pada perjuangan untuk melawan dosa, 2)
tahap pencerahan (Illuminative way), dimana mereka membuat kemajuan di
dalam kebajikan dalam terang iman dan kontemplasi. 3) Tahap sempurna
(unitive way/ heroic love), dimana mereka hidup dengan persatuan kasih
yang begitu erat dengan Tuhan.)) Jadi terkabulnya doa bukan berarti
mereka dapat mengubah keputusan Tuhan, namun karena 1) mereka diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam karya keselamatan, yang pada akhirnya dipenuhi secara sempurna dalam diri Yesus Kristus (KGK, 2574), 2) kedekatan mereka dengan Tuhan, sehingga apa yang mereka pikirkan dan doakan adalah sesuai dengan keinginan Tuhan (KGK, 2577).
Tuhan mengubah kita melalui doa.
Memang keputusan Tuhan tidak dapat berubah, karena Dia Maha Tahu dan
Maha Sempurna. Namun Tuhan menginginkan kita mengikuti jejak Abraham dan
Musa, agar kita turut berpartisipasi dalam pekerjaan Tuhan, salah satunya yaitu dengan berdoa. Jadi, kita berdoa bukan untuk mengubah keputusan Tuhan – karena itu tidak mungkin – namun mempersiapkan sikap hati kita untuk menerima apa yang kita minta dalam doa ((St. Thomas Aquinas, ST,
II-II, q.83, a.2 – St. Thomas mengutip St. Gregory “By asking, men may
deserve to receive that almighty God from all eternity is disposed to
give.”)) atau mengubah sikap hati kita jika doa kita tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Di dalam kebijaksanaan dan kasihNya, Tuhan telah melihat bahwa kita
akan menerima suatu jawaban doa lewat doa-doa yang kita panjatkan. Jadi
di dalam kasus Abraham dan Musa, sebelum terbentuknya dunia ini, Tuhan
sudah melihat bahwa Abraham dan Musa akan berpartisipasi dalam karya
keselamatan bangsa Israel, dan doa mereka dikabulkan oleh-Nya lewat
doa-doa mereka yang mengalir dari kasih.
Hal lain yang penting adalah, dengan bertekun dalam doa, kita tidak mengubah Tuhan, namun kita diubah oleh Tuhan. Kita melihat contoh dari Rasul Paulus, ketika dia berdoa agar Tuhan “mengambil duri di dalam dagingnya” ((Orchard, A Catholic Commentary on Holy Scripture (Thomas Nelson & Sons, 1953), p.1110. Dijelaskan bahwa duri di dalam daging
dapat berarti tubuh atau juga pikiran, yang menjadi bagian dari
manusia. Pengarang disini mencoba membuka arti yang luas dari duri di
dalam daging, baik tubuh secara jasmani, atau juga dapat berarti
keinginan untuk berbuat dosa (concupiscence).)) , namun doanya tidak
dijawab Tuhan menurut kehendak St. Paulus (2 Kor 12:7-10). Namun dengan
kejadian ini, Rasul Paulus mendapatkan sesuatu yang lebih baik, bahwa
dia menjadi rendah hati dan tidak bermegah dengan berkat-berkat yang
sudah diberikan Tuhan kepadanya. Bahkan Rasul Paulus dapat menerima
dengan senang dan rela menghadapi segala kesulitan, siksaan, tantangan
untuk kemuliaan nama Tuhan. Dari sini, kita melihat Rasul Paulus diubah
oleh Tuhan, untuk menerima kehendakNya seperti yang difirmankan-Nya,”… sebab dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2 Kor 12:9).
Tapi Yesus menyuruh untuk meminta, mencari, mengetok, dan apa saja yang kamu minta akan diberikan.
Mari sekarang kita menelaah perkataan Yesus dalam Mat 21:22 dan Mar
11:24. Yesus mengatakan bahwa kalau kita mendoakan dengan penuh
kepercayaan bahwa kita telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan
kepada kita. Kalau kita membaca dengan seksama, kita harus melihat bahwa
kunci dari ayat ini adalah “iman” (Mat 21:21;
Mar 11:22). Iman yang ditekankan di sini adalah iman yang hidup. Iman
yang bukan cuma slogan, hanya dimulut, namun tanpa perbuatan (Yak 2:26).
Iman seperti ini adalah iman dan percaya yang dicontohkan oleh Abraham
dan Musa. Iman yang menempatkan kebenaran Tuhan lebih tinggi daripada
kepentingan sendiri (KGK, 150). Iman seperti inilah yang membuat doa
menjadi selaras dengan apa yang dipikirkan dan diinginkan oleh Tuhan.
Dengan kata lain, karena sesuai dengan kehendak Tuhan, maka doa yang
mengalir dari iman seperti ini akan dikabulkan oleh Tuhan. Iman seperti
ini hanya meminta sesuatu yang berguna untuk keselamatan kekal,
permohonan yang baik untuk menuju ke kehidupan kekal. Ini juga bisa
berarti sesuatu yang sifatnya sementara sejauh ini mendukung kita menuju
tujuan akhir.
Namun bukankah Yesus sendiri juga mengatakan bahwa setiap orang yang
meminta, mencari, dan mengetok akan dipenuhi permintaannya? (Mat 7:7-8).
Ayat inilah yang sering dipakai untuk menekankan bahwa doa yang
sungguh-sungguh dan terus-menerus dapat mengubah keputusan Tuhan. Namun,
apakah kalau doa tidak sesuai dengan kehendak Tuhan maka akan
dikabulkan? Bagaimana kita tahu bahwa doa kita sesuai dengan kehendak
Tuhan? Kalau kita perhatikan, Yesus tidak berkata kalau kamu minta A,
maka kamu akan mendapatkan A. Berdasarkan kasih dan kebijaksanaan-Nya,
kadangkala Tuhan memberikan sesuatu yang sama sekali lain dari yang kita
minta. Dia tahu yang terbaik buat kita melebihi pengetahuan dan kasih
kita akan diri kita sendiri. Jadi, kalau dalam beberapa hal Tuhan tidak
mengabulkan doa kita, hal ini disebabkan karena Tuhan mengasihi kita.
(pembahasan lengkap tentang ayat ini dapat dilihat di: Apakah Berdoa itu
Percuma – bagian 4).
Kita sering melihat atau mendengar cerita bahwa suatu keluarga berdoa
sungguh-sungguh untuk kesembuhan anggota keluarga mereka, namun yang
terjadi adalah bertolak belakang dengan apa yang diminta dalam doa.
Masih teringat di hati umat Katolik seluruh dunia, ketika Paus Yohanes
Paulus II terbaring sakit menjelang ajalnya dan semua orang mendoakan
Paus yang kita kasihi. Namun doa seluruh umat beriman tidak mengubah
keputusan Tuhan. Mungkin ribuan atau jutaan perayaan ekaristi dirayakan
dengan intensi doa untuk kesembuhan Paus, namun tidak dapat mengubah
keputusan Tuhan. Mungkin ratusan juta umat Katolik – termasuk dari umat
Katolik yang benar-benar hidup kudus – berdoa secara pribadi untuk
kesembuhan Paus, namun Paus tetap dipanggil Tuhan.Tuhan, di dalam
kebijaksanaan-Nya tetap memanggil hamba-Nya yang setia. Bukan karena Dia
tidak mendengar doa kita, tapi karena Dia tahu yang paling baik untuk
kita dan juga untuk Gereja-Nya.
Namun melalui peristiwa tersebut, begitu banyak orang di dunia ini,
termasuk yang tidak mengenal Kristus, yang tidak percaya akan Gereja
Katolik sebagai Gereja Kristus, anak-anak muda yang tadinya suam-suam
kuku terhadap iman Katolik mereka, tergugah oleh kejadian tersebut. Dan
misa pemakamannya menjadi acara pemakaman paling besar dalam sejarah
umat manusia. Paus Yohanes Paulus II dalam kematiannya melakukan karya
pewartaan yang menjangkau banyak orang, mungkin lebih banyak daripada
semasa dia hidup. Dan nama Tuhan dipermuliakan. Dari contoh tersebut, bukan kita yang mengubah Tuhan melalui doa kita, namun kita yang diubah oleh Tuhan untuk kebaikan kita.
Kalaupun doa kita dikabulkan, bukan berarti bahwa kita berhasil untuk
mengubah Tuhan, namun sebelum terjadinya dunia ini, dalam
kebijaksanaan-Nya dan kasih-Nya, Tuhan sudah melihat adalah baik untuk
keselamatan kita dan orang-orang di sekitar kita untuk mengabulkan doa
kita. Jadi, janganlah beranggapan bahwa jika ada doa dikabulkan itu
disebabkan karena ‘melulu’ permohonan kita. Sebab sesungguhNya
pengabulan doa adalah sepenuhnya kehendak Tuhan. Dengan demikian, tidak
ada yang dapat dibanggakan dari diri kita. Kita ‘hanya’ patut bersyukur
bahwa Tuhan memberi kesempatan pada kita untuk turut mendatangkan
kebaikan kepada kita dan sesama melalui doa-doa kita. Maka sikap yang
terbaik adalah seperti Bunda Maria, “Terjadilah padaku seturut
perkataanMu, ya Tuhan” (Luk 1:38). Mari di dalam keterbatasan kita, kita
percayakan doa-doa kita kepada Tuhan dan meyakini bahwa Tuhan lebih
bijaksana untuk memutuskan apakah doa kita baik untuk keselamatan jiwa
kita. Mari kita juga berpartisipasi dalam karya keselamatan Tuhan
melalui doa dan perbuatan yang mengalir dari kasih kita kepada Tuhan,
untuk mendatangkan kebaikan buat diri kita dan semua orang.
Marilah kita berdoa.
Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin.
Ya, Tuhan, kembali aku menghadap-Mu, mengakui bahwa Engkau Maha Tahu dan Maha Sempurna. Dalam keterbatasanku, berilah aku kepercayaan kepada-Mu, bahwa segala yang Engkau putuskan adalah demi kebaikanku. Jangan biarkan aku memaksakan kehendakku, ya Bapa, melainkan biarlah kehendak-Mu saja yang terjadi dalam kehidupanku sebab aku percaya, itulah yang terbaik bagiku. Dalam nama Yesus, aku naikkan doa ini.
Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anad Sopan,Kami pun Segan . . . !